This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Minggu, 06 Maret 2016

15 TEMPAT WISATA DI tHAILAND


1. Objek Wisata Nong Nooch Tropical Botanical Garden di Thailand 
Objek Wisata Nong Nooch Tropical Botanical Garden di Thailand Nah, tempat wisata di Thailand yang pertama adalah Nong Nooch Tropical Botanical Garden. Taman yang satu ini menjadi tujuan wisata di Thailand yang paling populer dan sangat menawan. Lokasinya berada di kilometer 163 di Sukhumvit Road, Chonburi Province, Thailand. Tempat ini mudah di temukan karena dapat dicapai menggunakan bus, taksi atau transportasi darat pribadi. Disisni anda dapat meneliti satwa liar, mengikuti upacara keagamaan, demonstrasi seni bela diri, pijat, dan pertunjukan gajah. Terdapat pula restoran, kebun binatang kecil serta sebuah hotel dengan kolam renang dan rumah sewa ciri khas Thailand.

2. Tempat Wisata Paling Terkenal Phuket di Thailand

Tempat Wisata Paling Terkenal Phuket di Thailand
Siapa yang tidak kenal dengan Phuket. Phuket merupakan salah satu tempat wisata di Thailand yang paling terkenal dan wajib anda kunjungi.
Kalau anda memilih untuk berlibur bersama agen perjalanan jangan lupa untuk menikmati liburan yang menyenangkan di Thailand, khususnya di Phuket. Lokasinya berada di pulau kecil di provinsi Changwat. Pulau Phuket mempunyai pantai yang sangat indah dengan pasir berwarna putih yang semakin menambah keelokan pulau ini. Meskipun pernah diterjang tsunami tetapi hal itu tidak mengurangi keindahan pulau ini.

3. Tempat Wisata Kuliner Khao San Road di Thailand

Tempat Wisata Kuliner Khao San Road di ThailandKhao San Road merupakan Tempat wisata kuliner di Thailand yang paling terkenal dan selalu ramai oleh wisatawan terutama pada malam harinya. Disini anda bisa menikmati kuliner yang lezat, seperti  pas thai, tom yam, mango sticky rice dan lain-lain.
Jangan khawatir, disekitar kawasan ini juga ada banyak tempat penginapan yang murah, sangat cocok kalau anda sedang backpakeran.
Di kawasan ini juga terdapat toko pakaian, tepat pijat refleksi dan tempat tattoo. Kawasan ini dibuka pada sore hari sampai tengah malam.

4. Tempat Wisata Favorit Wat Arun di Thailand

Tempat Wisata Favorit Wat Arun di Thailand
Seperti yang sudah saya sebutkan di atas bahwa Thailand memiliki banyak sekali kuil-kuil peninggalan masa lalu yang menarik untuk dikunjungi, salah satinya adalah Wat Arun.
Wat Arun menjadi salah satu destinasi wisata favorit di Thailand yang tidak boleh anda lewatkan. Wat Arun adalah salah satu kuil tertua di Thailand yang mempunyai dekorasi yang sangat indah. Dekorasi ini terbuat dari mozaik dan porselin China. Tepat di tengah kuil Wat Arun terdapat sebuah tugu yang mempunyai tinggi sekitar 70 meter. Tugu ini merupakan ikon Thailand yang sudah sangat terkenal sampai ke internasional. Wat Arun selalu ramai dikunjungi oleh para wisatawan baik hari-hari biasa maupun hari libur. Bila anda kurang nyaman dengan situasi ini, anda bisa datang ke tempat ini pada pagi hari dimana belum banyak wisatawan yang datang kesini.

5. Tempat Wisata Grand Palace di Thailand

Tempat Wisata Grand Palace di Thailand
Kalau anda mencari tempat wisata di Thailand yang paling terkenal, inilah tempatnya. Grand palace adalah tempat wisata di Thailand yang paling sering dikunjungi oleh para wisatawan, baik wisatawan asing maupun wisatawan lokal. Grand Palace merupakan sebuah tempat wisata yang menampilkan bangunan yang memadukan kombinasi antara arsitektur asli Thailand dengan arsitektur luar khususnya arsitektur bergaya barat. Grand Palace pada jaman dahulu digunakan sebagai istana Raja Thailand, tetapi sekarang digunakan sebagai tempat wisata yang dibuka untuk umum. Ada kuil yang terletak di kompleks Grand Palace ini, kuil ini dianggap keramat oleh penduduk Thailand. Di dalam kuil ini terdapat sebuah patung buddha yang mempunyai tinggi sekitar 66 cm.

6. Destinasi Wisata ke Chiang Rai di Thailand

Destinasi Wisata ke Chiang Rai di ThailandDestinasi wisata di Thailand yang menarik untuk dikunjungi selanjutnya adalah kota Chiang Rai, kota di bagian utara Thailand ini berfungsi sebagai pusat komersial utama dari Golden Triangle, yang berisi perbatasan Thailand, Laos dan Myanmar.
Sebuah kota yang selalu menawarkan sesuatu untuk semua orang, Chiang Rai sering digunakan sebagai awal untuk menjelajahi daerah di sekitarnya.

7. Destinasi Wisata ke Pai di Thailand

Destinasi Wisata ke Pai di Thailand
Pai merupakan salah satu kota yang ramai dikunjungi wisatawan dari berabgai negara di dunia.
Kota PAI merupakan bagian dari Mae Hong Son Loop membentang antara Chiang Mai dan Mae Hong Son. Terkenal karena lembahnya yang sangat indah dan suasana santainya. PAI merupakan tujuan favorit di kalangan backpackers serta wisatawan yang ingin menjelajahi negara Thailand.

8. Tempat Wisata Sejarah Phanom Rung di Thailand

Tempat Wisata Sejarah Phanom Rung di ThailandDi Thailand juga terdapat candi yang menarik untuk kita kunjungi, salah satunya adalah Phanom Rung. Bangunan ini merupakan kompleks kuil Hindu yang memiliki arsitektur yang luar biasa. Terletak di dekat desa Nang Rong, Sanctuary. Candi ini dibangun oleh kebudayaan Khmer antara abad ke-10 dan ke-13 sebagai dedikasi untuk dewa Hindu, Siwa.

9. Obyek Wisata Seru Railay di Thailand

Obyek Wisata Seru Railay di ThailandAnda mempunyai hobi panjat tebing? Sebaiknya adalah coba di Railay (atau Rai Leh) . Railay menjadi salah satu tebing favorit bagi wisatawan untuk mencoba adrenalin mereka. 
Railay sendiri merupakan semenanjung kecil yang hanya dapat diakses dengan perahu karena tebing kapur tinggi memotong akses daratan.
Tebing ini menarik perhatian pemanjat tebing dari seluruh dunia, tapi daerah ini juga merupakan daya tarik populer di Thailand karena pantainya yang indah dan suasana santai tenang.

10. Objek Wisata Kuil Wat Benchamabophit di Thailand

Objek Wisata Kuil Wat Benchamabophit di Thailand Satu lagi bangunan di Thailand yang memiliki nilai seni dan sejarah yang menarik untuk kita kunjungi, Dusitvanaram.
Bangunan ini merupakan candi Buddha di distrik Dusit Bangkok, Thailand.
Juga dikenal sebagai candi marmer. Bangunan ini merupakan salah satu kuil yang paling indah di Bangkok dan juga telah menjadi daya tarik wisata.

11. Objek Wisata Wat Ratchanaddaram di Thailand

Objek Wisata Wat Ratchanaddaram di ThailandAda sebuah candi yang terletak di persimpangan antara Ratchadamnoen Klang dan Maha Chai Road, di Phra Nakhon kabupaten, Bangkok namanya adalah Wat Ratchanatdaram.
Bangunan ini adalah candi Buddha yang terletak di persimpangan antara Ratchadamnoen Klang dan Maha Chai Road, di Phra Nakhon kabupaten, Bangkok. Candi ini dibangun oleh perintah Raja Nangklao (Rama III) untuk cucu putri, Somanass Waddhanawathy pada tahun 1846.

12. Objek Wisata Candi Wat Chedi Luang di Thailand

Objek Wisata Candi Wat Chedi Luang di Thailand
Satu lagi bangunan candi di Thailand yang bisa menjadi destinasi wisata anda, Wat Chedi Luang.
Bangunan ini adalah sebuah kuil Buddha di pusat bersejarah Chiang Mai, Thailand. Alasan kuil saat awalnya terdiri dari tiga candi -. Wat Chedi Luang, Wat Ho Tham dan Wat Sukmin. Salah satu tempat wisata di Thailand yang dapat anda kunjungi adalah kuil ini.

13. Liburan Seru ke Safari World di Thailand

Liburan Seru ke Safari World di Thailand
Anda mau bermain ke taman safari? Thailand juga memiliki safari world yang cukup terkenal. Lokasinya ada di Bangkok Thailand.
Safari World adalah sight seeing di Bangkok, Thailand yang terdiri dari dua taman bernama Taman Laut dan Safari Park, dioperasikan oleh Safari World Umum Terbatas. Taman ini dibuka pada tahun 1988 dengan luas total 480 hektar (190 ha) untuk kebun binatang terbuka dan 180 hektar (73 ha) untuk taman burung. Renovasi besar untuk meningkatkan efektivitas penggunaan lahan dimulai pada tanggal 17 April 1989 dan total luas yang dikembangkan untuk taman rekreasi sekarang terdiri dari kebun binatang terbuka dan taman laut pada 500 rai (sekitar 200 ha) tanah.

14. Objek Wisata Wat Phra Kaew di Thailand

Objek Wisata Wat Phra Kaew di Thailand
Wat Phra Kaew menjadi salah satu kuil yang tidak kalah megahnya dari yang lainnya.
Wat Phra Kaew atau Kuil Budha Zamrud memiliki nama lengkap Wat Phra Sri Rattana Satsadaram, merupakan kuil Budha terpenting di Thailand. Kuil ini terletak di tengah kota Bangkok, distrik Phra Nakhon, di area istana utama.

15. Objek Wisata Unik Wat Pho di Thailand

Objek Wisata Unik Wat Pho di ThailandSatu lagi candi Budha di Thailand yang bisa anda sambangi, Wat Phra Chettuphon Wimon Mangkhlaram Ratchaworamahawihan. Candi ini juga dikenal dengan nama Wat Pho dikenal dengan Candi Buddha berbaring merupakan Candi Buddha Distrik Phra Nakhon, Bangkok, Thailand yang terletak di distrik Rattanakosin secara langsung berdekatan Grand Palace.


SUMBER;
TEMPAT WISATA SERU.COM

Minggu, 28 Februari 2016

PERCAYALAH

Aku yang tak akan melepaskan
Kamu yang mengenggam hatiku
Kita tak kan mungkin terpisahkan
Biarlah terjadi apapun yang terjadi


Aku yang tak bisa melepaskan
Kamu yang miliki hatiku
Walau terlalu cepat
Bagi kita berdua
Untuk mengatakan


Selamanya kita akan bersama
Melewati segalanya
Yang dapat pisahkan kita berdua
Selamanya kita akan bersama
Tak kan ada keraguan
Kini dan nanti
Percayalah


Aku yang tak bisa melepaskan
Kamu yang mengenggam hatiku
Walau mungkin terlalu cepat
Bagi kita berdua
Untuk mengatakan


Selamanya kita akan bersama
Melewati segalanya
Yang dppat pisahkan kita berdua
Selamanya kita akan bersama
Tak kan ada keraguan
Kini dan nanti
Percayalah


Hanya dirimu satu-satunya
Tercipta untukku

Lirik Berawal Dari Tatap

Berawal dari tatap Indah senyummu 
Memikat 
Memikat hatiku hampa lara
Senyum membawa tawa 
Tawa membawa cerita
 Cerita kasih indah
 Tentang kita
 Terkadang ku ragu 
Kadang tak percaya
 Tapi ku yakin
 Kau milikku
 Kau membuatku 
Bahagia Disaat hati ini Terluka
 Kau membuatku Tertawa
 Disaat hati ini Terbawa
 Terbawa oleh Cintamu untukku Untuk kita Mmmh
 Terkadang ku ragu 
Kadang tak percaya 
Tapi ku yakin 
Kau milikku 
Kau membuatku Bahagia
 Disaat hati ini Terluka 
Kau membuatku Tertawa 
Disaat hati ini Terbaw
a Terbawa oleh Cintamu untukku Untuk kita Uuuh
 Kau membuatku 
Bahagia Disaat hati ini 
Terluka Kau membuatku 
Tertawa Disaat hati ini
 Terbawa Terbawa oleh
 Cintamu untukku 
Untuk kita Uuuuuh

Sejarah Doraemon

Doraemon adalah judul sebuah manga populer yang dikarang Fujiko F. Fujio sejak tahun 1969 dan berkisah tentang kehidupan seorang anak pemalas kelas 5 SD yang bernama Nobi Nobita yang didatangi oleh sebuah robot kucing bernama Doraemon yang datang dari abad ke-22. Dia dikirim untuk menolong Nobita agar keturunan Nobita dapat menikmati kesuksesannya daripada harus menderita dari utang finansial — yang akan terjadi di masa depan — yang disebabkan karena kebodohan Nobita.

Nobita, setelah gagal dalam ulangan sekolahnya atau setelah diganggu oleh Giant dan Suneo, akan selalu mendatangi Doraemon untuk meminta bantuannya. Doraemon kemudian biasanya akan membantu Nobita dengan menggunakan peralatan-peralatan canggih dari kantong ajaibnya; peralatan yang sering digunakan misalnya "baling-baling bambu" dan "Pintu ke Mana Saja". Sering kali, Nobita berbuat terlalu jauh dalam menggunakan peralatannya dan malah terjerumus ke dalam masalah yang lebih besar.

Sejarah

Pada bulan Desember 1969, manga Doraemon terbit berkesinambungan dalam 6 judul majalah bulanan anak. Majalah-majalah tersebut adalah majalah Yoiko (anak baik), Yōchien (taman kanak-kanak), Shogaku Ichinensei (kelas 1 SD), Shogaku Yonnensei (kelas 4 SD), dan sejak 1973 majalah Shogaku Gogensei (kelas 5 SD) dan Shogaku Rokunensei (kelas 6 SD). Cerita yang terkandung dalam majalah-majalah itu berbeda-beda, yang berarti pengarang cerita ini harus menulis lebih dari 6 cerita setiap bulannya. Pada tahun 1979, CoroCoro Comic diluncurkan sebagai majalah Doraemon.

Sejak pertama kali muncul pada tahun 1969, cerita Doraemon telah dikumpulkan dan dibagi ke dalam 45 buku yang dipublikasikan sejak tahun 1974 sampai 1996, dan telah terjual lebih dari 80 juta buku pada tahun 1992. Sebagai tambahan, pada tahun 2005, Shōgakukan menerbitkan sebuah serial tambahan sejumlah 5 jilid dengan judul Doraemon+ (Doraemon Plus), dengan cerita yang berbeda dari 45 volume aslinya.


Setting

Doraemon dikirim kembali ke masa Nobita hidup oleh cicit Nobita, Sewashi, untuk memperbaiki kehidupan Nobita agar keturunannya merasakan kehidupan yang lebih baik. Dalam kehidupan aslinya (tanpa dibantu Doraemon), Nobita gagal dalam pelajaran sekolahnya, gagal dalam karier, dan meninggalkan keluarganya dengan masalah finansial.



Cerita terfokus tentang kehidupan sehari-hari Nobita, tokoh utama cerita ini. Doraemon memiliki sebuah kantung 4 dimensi yang ia isi dengan benda-benda dari masa depan. Seringkali Nobita datang merengek-rengek karena masalah di sekolah atau di lingkungannya, setelah memohon atau memaksa, Doraemon akan mengeluarkan sebuah alat yang membantu Nobita menyelesaikan masalah, membalas dendam, atau hanya sekedar pamer ke teman-temannya.

Bagaimanapun, Nobita biasanya bertindak terlalu jauh, mengacuhkan saran atau perintah Doraemon, dan mengakibatkannya terjerumus ke masalah yang lebih dalam. Terkadang, teman Nobita (biasanya Suneo atau Giant) mencuri alat tersebut dan berakhir dalam kekacauan karena salah menggunakannya.

Sinopsis

undefined
Kehidupan awal Doraemon tidak begitu baik. Ia adalah sebuah robot gagal yang dilelang kepada sebuah keluarga miskin yang terlilit utang, yang tak lain adalah keluarga keturunan Nobi Nobita. Doraemon pernah menjalani masa-masa berat: Ia hanya menjadi penjaga bayi setelah gagal melewati ujian di akademi robot, kedua telinganya hancur setelah digigit robot tikus, catnya luntur akibat ulahnya sendiri, dan masih banyak kisah sedih yang ia lalui di tahun pertama kelahirannya. Sampai suatu ketika, keluarganya mengirimkan ia kembali ke masa lalu, kira-kira 250 tahun yang lalu, zaman dimana Nobita Nobi, leluhur keluarga ini, masih hidup di Tokyo.

Misi Doraemon adalah untuk menolong Nobi Nobita (buyut dari Sewashi yang memiliki Doraemon). Nobita adalah seorang anak yang selalu mengalami nasib sial dan tak punya kemampuan apa-apa. Ia bodoh dalam pelajaran sekolah dan tidak bisa berolahraga, Nobita hanya berbakat dalam tembak-menembak,bermain karet, dan tidur; kemampuan yang hampir tak berguna di zaman Jepang modern. Inilah alasan mengapa ia gagal menjalani kehidupannya. Dan Doraemon dikirim dari masa depan untuk menjadikannya seorang pria yang sukses. Sangat ironis, sebuah robot gagal datang membantu seorang anak yang gagal. Tetapi pada kenyataannya, persahabatan kedua anak ini membuat mereka menjadi seseorang yang lebih baik.



Doraemon tiba di tahun 1969, pada hari Tahun Baru Jepang. Ia keluar dari laci meja milik Nobita, dan sejak saat itu ia tinggal bersama Nobita, misinya adalah untuk mencegah Nobita menjadi orang gagal. Setiap kali Nobita tertimpa masalah, Doraemon akan segera membantu dengan alat-alat ajaibnya.

Kelihatannya misi Doraemon berhasil, karena ketika mereka menjelajah ke masa depan, Nobita melihat dirinya menikah dengan Shizuka, bukan dengan Jaiko. Dia juga melihat keturunannya hidup dalam kondisi yang lebih baik daripada ketika Sewashi mengirim Doraemon dulu; bahkan keturunan Nobi mampu membeli robot yang "tidak gagal", Dorami.


undefined

Diceritakan dalam manga dan anime, Doraemon dan Nobita saling bekerja sama untuk memperbaiki kehidupan mereka masing-masing. Mereka saling bekerja sama dan tolong-menolong. Banyak juga cerita yang menampilkan kisah keberanian dan kegigihan mereka untuk mempertahankan persahabatan yang sudah mereka jalin.


Akhir cerita


undefined
Sejak tahun 1980-an, banyak sekali bermunculan cerita dan spekulasi tentang akhir kisah Doraemon.

* Kisah pertama —dan paling optimistik— dipublikasikan oleh Nobuo Satu beberapa tahun yang lalu. Diceritakan suatu hari, Nobita pulang ke rumah dan merengek-rengek mengadu ke Doraemon. Tapi tak lama, ia menyadari ada sesuatu yang salah dengan Doraemon; robot kesayangannya itu hanya diam dan tak menjawab keluhannya. Ia pun segera menelepon Dorami, adik Doraemon, dan meminta petunjuk darinya. Dorami kemudian memberi tahu bahwa baterai milik Doraemon habis. Lebih jauh lagi, Dorami menjelaskan bahwa robot kucing versi lama seperti Doraemon seharusnya memiliki cadangan baterai pendukung memori di bagian telinga, tetapi karena Doraemon telah kehilangan telinganya, ia tidak memiliki tenaga cadangan untuk menyimpan memori dan ingatannya. Satu-satunya cara untuk menghidupkan kembali Doraemon adalah dengan mengganti baterainya, namun itu berarti Doraemon akan kehilangan seluruh ingatan tentang diri dan kawan-kawannya; termasuk tentang Nobita.


Disaat bersamaan, polisi-waktu membuat peraturan baru dan melarang adanya "perjalanan waktu" dan menghalangi Nobita yang berusaha membawa Doraemon untuk diperbaiki di masa depan. Dorami kemudian memberikan pilihan: nekat menerobos polisi-waktu, memperbaiki Doraemon di masa depan dan menghapus ingatannya atau menunggu seseorang dari masa depan datang dan memperbaiki Doraemon; Nobita memilih cara kedua. Nobita —yang sangat kehilangan Doraemon— kemudian berjanji untuk belajar keras demi Doraemon. Usaha Nobita berhasil, tiga tahun kemudian Nobita lulus SMA dengan nilai terbaik dan menjadi seseorang yang sangat populer di sekolahnya. Meskipun demikian, sifat Nobita yang ceria dan optimistik hilang, ia menjadi seorang kutubuku yang selalu menyendiri. Dua puluh sembilan tahun kemudian, diceritakan Dekisugi yang telah menjadi presiden Jepang, mengadakan reuni dengan Suneo dan Jaian. Ketiganya membahas mengenai masalah tentang "hilangnya" Doraemon dan tentang Time Paradox; sebuah teori yang menjelaskan bahwa sejarah dunia dapat berubah dengan diciptakannya mesin waktu. dan dari percakapan itulah terpapar alasan kenapa patroli waktu tak memberikan ijin nobita untuk memperbaiki Doraemon di masa depan, karena Nobita itu sendiri yang menciptakan Doraemon. Setelah diperbaiki, doraemon menjadi mempunyai telinga dan berwarna kuning, dipeluknya erat-erat Doraemon. Dan mereka hidup bahagia selamanya.

undefined
* Yang kedua, akhir yang lebih pesimistik mengusulkan bahwa Nobita menderita autisme dan semua karakter yang ada (termasuk Doraemon) hanyalah karakter fiksi dalam imajinasinya saja. Gagasan bahwa Nobita yang sakit dan sekarat membayangkan semua seri di tempat tidurnya untuk membantunya menghilangkan depresi dan rasa sakitnya membuat marah banyak fans. Banyak fans di Jepang protes di luar kantor utama penerbit dari seri setelah mengetahui tentang hal ini. Penerbit akhirnya mengeluarkan pernyataan publik bahwa hal ini tidak benar. * Yang ketiga berisi bahwa Nobita jatuh dan kepalanya terbentur batu. Ia mengalami koma. Untuk mendapatkan uang operasi agar Nobita selamat, Doraemon menjual seluruh peralatannya di kantong ajaibnya. Sayangnya, operasi tersebut gagal. Doraemon menjual semua peralatannya kecuali satu alat yang ia gunakan untuk memperbolehkan Nobita pergi kemanapun ia mau. Pada akhirnya, Nobita ingin pergi ke surga.

Semua kemungkinan ini didiskusikan dan diputuskan tidak ada akhir untuk kisah Doraemon.


Terdapat tiga akhir yang resmi untuk kisah Doraemon yang dibuat. Doraemon tidak dilanjutkan di dua media karena pembaca semakin besar dan akhir dari kisah ini dipercaya dibutuhkan.



* Pada bulan Maret tahun 1971, di majalah Shogaku 4-nensei: Karena fakta bahwa pengunjung dari masa depan menyebabkan masalah, pemerintah pada abad ke-22 melarang adanya perjalanan waktu, berarti Doraemon harus kembali ke waktunya di zamannya dan meninggalkan Nobita.
* Pada bulan Maret tahun 1972, isi dari majalah Shogaku 4-nensei: Doraemon, untuk beberapa alasan harus kembali ke masa depan dan berbohong untuk masalah mekanik sehingga Nobita memperbolehkannya pergi. Nobita mempercayainya dan berjanji untuk menunggu sampai Doraemon sembuh. Menyadari bahwa Nobita dapat merelakan kepergiannya, Doraemon memberitahu yang sebenarnya dan Nobita menerimanya. Doraemon kembali ke masa depan.



Akhir dari Doraemon yang ketiga merupakan akhir resmi karena rating TV yang rendah dan Fujiko Fujio sibuk dengan pekerjaan lainnya, tetapi Doraemon tidak meninggalkan pikiran mereka dan mengulang kembali untuk isu bulan depan. Pada tahun 1981, episode ini dibuat menjadi anime (disebut "Doraemon Comes Back"), dan pada tahun 1998, film ini dirilis sebagai film anime.

* Pada bulan Maret tahun 1973, isi dari majalah Shogaku 4-nensei, Nobita kembali kerumah setelah kalah bertempur melawan giant. Doraemon lalu menjelaskan bahwa ia harus kembali. Nobita mencoba untuk menghalangi hal ini, tetapi setelah mendiskusikannya dengan orang tuanya, ia menerima kepergian Doraemon. Mereka melakukan perjalanan terakhir di taman. Setelah mereka berpisah, Nobita menemui giant dan kembali bertempur. Setelah pertarungan yang lama dengan Nobita mencoba untuk menang sehingga Doraemon dapat pergi tanpa khawatir, giant membiarkan Nobita menang karena Nobita tidak menyerah. Doraemon menemukan Nobita pingsan dan membawanya pulang. Ia duduk disebelah Nobita yang tidur dan setelah itu, Doraemon kembali ke masa depan. (cerita ini dapat ditemukan di bagian terakhir komik Doraemon nomor 6)


* Versi animasi mirip tetapi lebih panjang. Pada saat hari April Mop, Nobita ditipu oleh Suneo dan giant yang menipunya tentang kembalinya Doraemon. Ia dengan senang pulang dan menanyakan kepada ibunya dimana Doraemon dan ternyata ia tahu bahwa ia ditipu. Nobita sedih dan membuka kotak dari Doraemon. Isinya adalah botol liquid. Ia mendengarkan suara Doraemon yang menjelaskan bahwa cairan tersebut disebut Uso 800 (Bohong 800) yang digunakan agar semua hal yang tidak benar yang diucapkan orang yang minum cairan tersebut sebagai hal yang benar. Nobita menggunakannya untuk menipu Jaian dan Suneo, seperti ia mengatakan cuaca hari ini sangat bagus, yang menjadi bohong dan mulai turun hujan deras sebelum ia mengatakan hari ini hujannya deras dan hujan tersebut berhenti. Jaian dan Suneo takut setelah beberapa trik dan ketika Nobita mengatakan apa yang akan terjadi. Nobita sangat gembira pada awalnya, tetapi segera hilang karena kangen akan Doraemon. Ia pulang, dan ibunya mengatakan Doraemon sudah pulang, ia tetapi tidak yakin dan yakin Doraemon tidak akan pernah kembali, seperti yang dikatakan Doraemon terhadap Nobita sebelum ia pergi. Cairan tersebut masih berfungsi, ketika ia sampai di kamarnya ia menemukan Doraemon, dan mereka gembira, tetapi karena pengaruh dari cairan, semua kata-katanya berubah menjadi Aku sangat tidak senang bahwa kita dapat kembali lagi.
* Bagian ekstra dari animasi ini berasal dari buku komik Doraemon nomor tujuh.

Ketika duo Fujiko Fujio berpisah pada tahun 1987, ide akan akhir Doraemon yang tidak resmi tidak pernah didiskusikan. Sejak Fujiko F. meninggal tahun 1996 sebelum pilihan apapun tercapai, akhir dari Doraemon adalah fiksi para fans, tetapi, pada banyak episode dan film ketika Nobita melakukan perjalanan waktu menampilkan akhirnya ia menikahi Shizuka, memimpin menuju kehidupan yang bahagia dan terpisah dari Doraemon, walaupun Nobita dan temannya masih ingat dengannya

Doraemon di Indonesia

Doraemon adalah salah satu karakter manga yang paling populer di Indonesia. Hampir semua orang kenal dengan tokoh ini - baik orang dewasa maupun kanak-kanak. Seri kartunnya (anime) yang pertama di TVRI Yogyakarta tahun 1974 pada Senin sampai Jumat jam 06:00 dan kedua di TVRI pada tahun 1979 sampai 1991 jam 07:00 pada hari Senin sampai Minggu dan yang ketiga di RCTI setelah belasan tahun (sejak 1991-kini) pada waktu yang sama - pukul 08:00 di hari Minggu, membuktikan kesuksesannya di negeri ini.


Komiknya telah diterbitkan oleh Elex Media Komputindo dalam beberapa seri:

* Doraemon
* Seri Peralatan Ajaib Doraemon
* Doraemon Petualangan
* Cerita Spesial Doraemon
* Seri Ekspedisi Doraemon
* Belajar Menghitung bersama Doraemon
* Dorabase
* The Doraemons
* Doraemon Comic Quiz

Siapakah Doraemon??


Doraemon adalah sebuah robot kucing yg dibuat pada tanggal 3 September 2112.Produksi massal berbagai macam tipe robot terjadi pd abad ke 22. Di sebuah pabrik yg tdk jauh dari Tokyo, diproduksilah robot-robot kucing.


Karena sebuah kecelakaan, doraemon kurang 1 sekrup dibanding robot kucing lainnya & menjadi barang kelas dua.Selama proses produksi, kesalahan terjadi pd salah satu robot

Walau doraemon tidak begitu baik dlm study-nya, Robot ini lalu dikirim ke Akademi Robot utk dilatih sebagai robot rumah tangga.Dia bisa lulus jg pd akhirnya.

Tetapi, tdk semuanya berjalan mulus bagi doraemon. doraemon gagal dlm semua ujiannya. Dan menjadi pengasuh dari keturunan Nobita.



Akibatnya, doraemon dilelang kpd sebuah keluarga miskin yg terlilit utang, yg tak lain adalah keluarga keturunan Nobi Nobita.

Ia keluar dari laci meja milik Nobita, & sejak saat itu ia tinggal bersama Nobita Pada suatu hari, saat doaremon sedang asyik tidur siang, sebuah robot tikus menggigit kedua daun telinganya. Musibah ini membuat doraemon sangat sedih & menangis selama 10 hari.



Doraemon menangis….dan terus menangis…Air mata membuat warna aslinya yang kuning terang menjadi luntur…

Air matanya menghapus warna tubuhnya…doraemon berubah menjadi apa yg kita kenal sekarang : “sebuah robot kucing biru tanpa daun telinga”

SUMBER;


Machu Picchu

Machu Picchu

From Wikipedia, the free encyclopedia
Machu Picchu
Machu Pikchu
80 - Machu Picchu - Juin 2009 - edit.2.jpg
Map showing location of Machu Picchu in Peru
Map showing location of Machu Picchu in Peru
Shown within Peru
Location Cuzco Region, Peru
Coordinates 13°09′48″S 72°32′44″WCoordinates: 13°09′48″S 72°32′44″W
Height 2,430 metres (7,970 ft)
History
Founded c. 1450
Abandoned 1572
Cultures Inca civilization

Official name Historic Sanctuary of Machu Picchu
Type Mixed
Criteria i, iii, vii, ix
Designated 1983 (7th session)
Reference no. 274
State Party  Peru
Region Latin America and the Caribbean
Machu Picchu (in hispanicized spelling, Spanish pronunciation: [ˈmatʃu ˈpiktʃu]) or Machu Pikchu (Quechua machu old, old person, pikchu peak; mountain or prominence with a broad base which ends in sharp peaks,[1] "old peak", pronunciation [ˈmɑtʃu ˈpixtʃu]) is a 15th-century Inca site located 2,430 metres (7,970 ft) above sea level.[2][3] It is located in the Cusco Region, Urubamba Province, Machupicchu District in Peru.[4]
It is situated on a mountain ridge above the Sacred Valley which is 80 kilometres (50 mi) northwest of Cuzco and through which the Urubamba River flows. Most archaeologists believe that Machu Picchu was built as an estate for the Inca emperor Pachacuti (1438–1472). Often mistakenly referred to as the "Lost City of the Incas" (a title more accurately applied to Vilcabamba), it is the most familiar icon of Inca civilization.
The Incas built the estate around 1450, but abandoned it a century later at the time of the Spanish Conquest. Although known locally, it was not known to the Spanish during the colonial period and remained unknown to the outside world before being brought to international attention in 1911 by the American historian Hiram Bingham. Most of the outlying buildings have been reconstructed in order to give tourists a better idea of what the structures originally looked like.[5] By 1976, 30% of Machu Picchu had been restored;[5] restoration continues today.[6]
Machu Picchu was declared a Peruvian Historical Sanctuary in 1981 and a UNESCO World Heritage Site in 1983.[3] In 2007, Machu Picchu was voted one of the New Seven Wonders of the World in a worldwide Internet poll.
Machu Picchu was built in the classical Inca style, with polished dry-stone walls. Its three primary structures are the Inti Watana, the Temple of the Sun, and the Room of the Three Windows.

History

Hiram Bingham III at his tent door near Machu Picchu in 1912
Machu Picchu was built around 1450, at the height of the Inca Empire.[7] Its construction appears to date to the period of the two great Incas, Pachacutec Inca Yupanqui (1438–71) and Tupac Inca Yupanqui (1472–93).[8] It was abandoned just over 100 years later, in 1572, as a belated result of the Spanish Conquest.[7][9]
It is possible that most of its inhabitants died from smallpox introduced by travellers before the Spanish conquistadors arrived in the area.[10] The conquistadors had notes of a place called Piccho, although there is no record of the Spanish having visited the remote city. The types of sacred rocks defaced by the conquistadors in other locations are untouched at Machu Picchu.[9]
The site may have been discovered and plundered in 1867 by a German businessman, Augusto Berns.[11] There is some evidence that a German engineer, J. M. von Hassel, arrived earlier. Maps found by historians show references to Machu Picchu as early as 1874.[12]
View of the city of Machu Picchu in 1912 showing the original ruins after major clearing and before modern reconstruction work began.[5][6]
Although the citadel is located only about 80 kilometers (50 mi) from Cusco, the Inca capital, the Spanish never found it and so did not plunder or destroy it, as they did many other sites.[9] Over the centuries, the surrounding jungle grew over the site, and few outside the immediate area knew of its existence.
Hiram Bingham was an American historian and lecturer at Yale University, although not a trained archaeologist. In 1909, returning from the Pan-American Scientific Congress in Santiago, he traveled through Peru and was invited to explore the Inca ruins at Choqquequirau in the Apurimac Valley. He organized the 1911 Yale Peruvian Expedition with one of its objectives to search for the last capital of the Incas. He in fact, guided by locals, rediscovered and correctly identified both Vitcos (then called Rosaspata) and Vilcabamba (then called Espíritu Pampa), which he named "Eromboni Pampa".[13] However, he did not correctly recognize Vilcabamba as the last capital, instead continuing onward and misidentifying Machu Picchu as the "Lost City of the Incas", as his book titled it. Further expeditions focused on Machu Picchu, neglecting further investigation of Vitcos and Vilcabamba. Machu Picchu was built at the height of the Inca Empire, and thus features spectacular workmanship and a dramatic site, while the actual last capital of Vilcabamba was built while the short-lived remnant Neo-Inca State was being vanquished by the Spanish, and thus features crude workmanship.
Bingham asked a Peruvian farmer and innkeeper, Melchor Arteaga, if he knew of any ruins in the area.[14] The next day, 24 July 1911, Arteaga led Bingham and Sergeant Carrasco across the river on a primitive log bridge and up the Huayna Picchu mountain. At the top of the mountain they came across a small hut occupied by a couple of Quechua, Richarte and Alvarez, who were farming some of the original Machu Picchu agricultural terraces that they had cleared four years earlier. Alvarez's 11-year-old son, Pablito, led Bingham along the ridge to the main ruins.[15]
During Bingham's archaeological studies, he collected various artifacts which he took back to Yale. One prominent artifact was a set of 15th-century, ceremonial Incan knives made from bismuth bronze; they are the earliest known artifact containing this alloy.[16]
Although local institutions initially welcomed the exploration supplementing knowledge about Peruvian ancestry, they soon accused Bingham of legal and cultural malpractice.[17] Rumors arose that the team was stealing artifacts and smuggling them out of Peru through the bordering country of Bolivia. (In fact, Bingham removed many artifacts, but openly and legally; they were deposited in the Yale University Museum.) Local press perpetuated the accusations, claimed that the excavation harmed the site and deprived local archaeologists of knowledge about their own history.[17] Landowners began to demand rent from the excavators.[17] By the time Bingham and his team left Machu Picchu, locals began forming coalitions to defend their ownership of Machu Picchu and its cultural remains, while Bingham claimed the artifacts ought to be studied by experts in American institutions, an argument that still exists today.[17]
In 1964, Gene Savoy did further exploration of the ruins at Espiritu Pampa and revealed the full extent of the site, identifying it as Vilcabamba Viejo where the Incas fled to after the Spanish drove them from Vitcos.[18]
In 1981, Peru declared an area of 325.92 square kilometres (125.84 sq mi) surrounding Machu Picchu a "Historical Sanctuary". In addition to the ruins, the sanctuary includes a large portion of the adjoining region, rich with the flora and fauna of the Peruvian Yungas and Central Andean wet puna ecoregions.[19]
In 1983, UNESCO designated Machu Picchu a World Heritage Site, describing it as "an absolute masterpiece of architecture and a unique testimony to the Inca civilization".[2]

Demystifying the discovery

Hiram Bingham glorified the discovery of Machu Picchu and much of its history. This came to light after his son Alfred discovered letters that his father had sent his mother in 1911. Early publications led many people to believe that Hiram had long sought the lost city of the Incas and found it after trekking through a hazardous tropical jungle. Actually, Machu Picchu was not a chief objective of the 1911 expedition, and Hiram was led to it on a 48-hour journey. The road to Machu Picchu was located next to a heavily populated farm region. Although Hiram often claimed that the paths to Machu Picchu were the most inaccessible in all of the Andes, his letters indicate that he used a modern road system and travelled to the region with ease. It is said that the original journey only took Hiram one and a half hours. Today, tourists can reach the ruins from the train stop in 15 minutes.[20]
Hiram also claimed that all the ruins were covered in dense vegetation, but unpublished photographs from the original journey, discovered by Alfred, show the ruins in a clear open space. The letters and photographs suggest that Machu Picchu was not isolated in wilderness, but was connected and populated by several indigenous families. Alfred also suggests that his father did not originally value his findings at Machu Picchu as he only spent one afternoon there. He only decided to further investigate the ruins after some prominent plantation owners told him they knew little of the location's existence.[21]

Human sacrifice and mysticism

There is little information on human sacrifices taking place at Machu Picchu. This can be attributed to the fact that many sacrifices were never given a proper burial and their skeletal remains have succumbed to the elements.[22]:115 However, there is evidence of retainer sacrifices. In these unique cases, human sacrifices were made to accompany a deceased noble in the afterlife.[22]:107,119 Animal, liquid, and dirt sacrifices to the gods were much more common. They were made at the Altar of the Condor and are still made today by members of the New Age Andean religion.[23]:263

Geography

Map of Machu Picchu
Machu Picchu lies in the southern hemisphere, 13.164 degrees south of the equator.[24] It is 80 kilometres (50 miles) northwest of Cusco, on the crest of the mountain Machu Picchu, located about 2,430 metres (7,970 feet) above mean sea level, over 1,000 metres (3,300 ft) lower than Cusco, which has an elevation of 3,600 metres (11,800 ft).[24] As such, it had a milder climate than the Inca capital. It is one of the most important archaeological sites in South America, one of the most visited tourist attractions in all of Latin America [25] and the most visited tourist attraction in Peru.
The year at Machu Picchu is divided between wet and dry seasons, with the majority of annual rain falling from October through to April. It can rain at any time of the year.[24]
Machu Picchu is situated above a bow of the Urubamba River, which surrounds the site on three sides, with cliffs dropping vertically for 450 metres (1,480 ft) to the river at their base. The area is subject to morning mists rising from the river.[9] The location of the city was a military secret, and its deep precipices and steep mountains provided excellent natural defenses. The Inca Bridge, an Inca grass rope bridge, across the Urubamba River in the Pongo de Mainique, provided a secret entrance for the Inca army. Another Inca bridge was built to the west of Machu Picchu, the tree-trunk bridge, at a location where a gap occurs in the cliff that measures 6 metres (20 ft). It could be bridged by two tree trunks, but with the trees removed, there was a 570 metres (1,870 ft) fall to the base of the cliffs.
The city sits in a saddle between the two mountains Machu Picchu and Huayna Picchu,[9] with a commanding view down two valleys and a nearly impassable mountain at its back. It has a water supply from springs that cannot be blocked easily, and enough land to grow food for about four times as many people as ever lived there. The hillsides leading to it have been terraced, not only to provide more farmland to grow crops, but to steepen the slopes which invaders would have to ascend. The terraces reduced soil erosion and protected against landslides.[26] Two high-altitude routes from Machu Picchu go across the mountains back to Cusco, one through the sun gate, and the other across the Inca bridge. Both could be blocked easily, should invaders approach along them. Regardless of its original purpose, it is strategically located and readily defended.

Site

Terraced fields in the upper agricultural sector

Layout

The site is roughly divided into an urban sector and an agricultural sector, and into an upper town and a lower town. The temples are in the upper town, the warehouses in the lower.[27]
The architecture is adapted to the mountains. Approximately 200 buildings are arranged on wide parallel terraces around a vast central square that is oriented east-west. The various compounds, called kanchas, are long and narrow in order to exploit the terrain. Extensive terraces were used for agriculture and sophisticated channeling systems provided irrigation for the fields. Numerous stone stairways set in the walls allowed access to the different levels across the site. The eastern section of the city was probably residential. The western, separated by the square, was for religious and ceremonial purposes. This section contains the Torreón, the massive tower which may have been used as an observatory.[28]
Temple of the Sun or Torreon
Located in the first zone are the primary archaeological treasures: the Inti Watana, the Temple of the Sun and the Room of the Three Windows. These were dedicated to Inti, their sun god and greatest deity.
The Popular District, or Residential District, is the place where the lower-class people lived. It includes storage buildings and simple houses.
The royalty area, a sector for the nobility, is a group of houses located in rows over a slope; the residence of the amautas (wise persons) was characterized by its reddish walls, and the zone of the ñustas (princesses) had trapezoid-shaped rooms. The Monumental Mausoleum is a carved statue with a vaulted interior and carved drawings. It was used for rites or sacrifices.
The Guardhouse is a three-sided building, with one of its long sides opening onto the Terrace of the Ceremonial Rock. The three-sided style of Inca architecture is known as the wayrona style.[29]

Inti Watana stone

Main article: Inti Watana, Urubamba
Inti Watana is believed to have been designed as an astronomic clock or calendar by the Incas
The sculpture carved out from the rock bottom of the sun temple is interpreted as "Water mirrors for observing the sky".[30]
The Inti Watana stone is one of many ritual stones in South America. These stones are arranged to point directly at the sun during the winter solstice. The name of the stone (perhaps coined by Bingham) derives from Quechua language: inti means "sun", and wata-, "to tie, hitch (up)". The suffix -na derives nouns for tools or places. Hence inti watana is literally an instrument or place to "tie up the sun", often expressed in English as "The Hitching Post of the Sun". The Inca believed the stone held the sun in its place along its annual path in the sky. The stone is situated at 13°9'48" S. At midday on 11 November and 30 January, the sun stands almost exactly above the pillar, casting no shadow. On 21 June, the stone casts the longest shadow on its southern side, and on 21 December a much shorter shadow on its northern side.

Inti Mach'ay and the Royal Feast of the Sun

Inti Mach'ay is a special cave used to observe the Royal Feast of the Sun. This festival was celebrated during the Incan month of Qhapaq Raymi. It began earlier in the month and concluded on the December solstice. On this day, boys of the nobility were initiated into manhood by an ear-piercing ritual as they stood inside the cave and watched the sun rise.[31]
Architecturally, Inti Mach'ay is the most significant structure at Machu Picchu. Its entrances, walls, steps and windows are some of the finest masonry in Incan Empire. The cave also includes a tunnel-like window unique among Incan structures, which was constructed to only allow sunlight into the cave during several days around the December solstice. For this reason, the cave was inaccessible for much of the year.[32] Inti Mach'ay is located on the eastern side of Machu Picchu, just north of the "Condor Stone." Many of the caves surrounding this area were prehistorically used as tombs, yet there is no evidence that Mach'ay was a burial ground.[33]

Construction

Main article: Incan architecture
The central buildings of Machu Picchu use the classical Inca architectural style of polished dry-stone walls of regular shape. The Incas were masters of this technique, called ashlar, in which blocks of stone are cut to fit together tightly without mortar. Many junctions in the central city are so perfect that it is said not even a blade of grass fits between the stones.
View of the residential section of Machu Picchu
Interior of an Inca building, featuring trapezoidal windows
Funerary Stone in upper cemetery
The section of the mountain where Machu Picchu was built provided several beneficial and detrimental factors. The Inca solved the detriments with local materials.
The most apparent detriment was the seismic activity due to the two surrounding fault lines. It made mortar and similar building methods nearly useless. Instead, the Inca mined stoned from the natural quarry at the site, lined them up and shaped them to fit together perfectly, making the buildings sturdier than mortar would. This allowed to construct the over 200 buildings atop the mountain. Inca walls have many stabilizing features: doors and windows are trapezoidal, tilting in from bottom to top; corners usually are rounded; inside corners often incline slightly into the rooms; and outside corners were often tied together by "L"-shaped blocks; walls are offset slightly from row to row rather than rising straight from bottom to top.
Another detriment was the heavy rainfall. To drain rain water and prevent mud slides, landslides, erosion and flooding, the Incas used terraces and stone chips. Terraces were layered with stone chips, sand, dirt and top soil, to soak water in and prevent it from running down the mountain. Similar layering protected the large city center from flooding.[34]
The Incas never used the wheel in a practical way, although its use in toys shows that they knew its principle. Its use in engineering may have been impractical due to the lack of strong draft animals, the steep terrain and dense vegetation. How they moved and placed the enormous stones remains uncertain, but the general belief is that they used hundreds of men to push the stones up inclined planes. A few stones have knobs that could have been used to lever them into position; it is believed that after placing the stones, the builders would have sanded the knobs away, but a few were overlooked.

Roads and transportation

As part of their road system, the Incas built a road to the Machu Picchu region. Today, thousands of tourists walk the Inca Trail to visit Machu Picchu each year.[35] They congregate at Cusco before starting on the one-, two-, four- or five-day journey on foot from Kilometer 82 (or 77 or 85, four/five-day trip) or Kilometer 104 (one/two-day trip) near the town of Ollantaytambo in the Urubamba valley, walking up through the Andes mountain range to the isolated city.
The people of Machu Picchu were connected to long-distance trade, as shown by non-local artifacts found at the site. For example, Bingham found unmodified obsidian nodules at the entrance gateway. In the 1970s, Burger and Asaro determined that these obsidian samples were from the Titicaca or Chivay obsidian source, and that the samples from Machu Picchu showed long-distance transport of this obsidian type in pre-Hispanic Peru.[36]

3D laser scanning of site

In 2005 and 2009, the University of Arkansas made detailed laser scans of the entire Machu Picchu site and of the ruins at the top of the adjacent Huayna Picchu mountain. The university has made the scan data available online for research purposes.[37]

Threats

Tourist impact

Machu Picchu is a UNESCO World Heritage Site, both cultural and natural. Since its discovery in 1911, growing numbers of tourists visit the site yearly, reaching 400,000 in 2000.[38] As Peru's most visited tourist attraction and major revenue generator, it is continually threatened by economic and commercial forces. In the late 1990s, the Peruvian government granted concessions to allow the construction of a cable car and a luxury hotel, including a tourist complex with boutiques and restaurants. Many people protested against the plans, including Peruvians and foreign scientists, saying that the greater numbers of visitors would pose a tremendous physical burden on the ruins.[39] Many protested a plan to build a bridge to the site as well.[40] A no-fly zone exists above the area.[41] UNESCO is considering putting Machu Picchu on its List of World Heritage in Danger.[40]
During the 1980s a large rock from Machu Picchu's central plaza was moved out of its alignment to a different location to create a helicopter landing zone. Since the 1990s, the government has forbidden helicopter landings there. In 2006, a Cusco-based company, Helicusco, sought to have tourist flights over Machu Picchu and initially received a license to do so, but the government quickly overturned the decision.[42]
In recent years, Machu Picchu has experienced a multitude of issues of tourist safety. There have been several accounts of tourist deaths linked to altitude sickness, floods and hiking accidents.[43][44][45][46] It has also been noted that UNESCO has received harsh criticism for allowing tourists to go to the location even though there are high risks of landslides, earthquakes and injury due to decaying structures.[47]
Naked tourism is recent trend to the dismay of Peruvian officials. In several incidents, tourists were detained for posing for nude pictures or streaking across the grassy fields of Machu Picchu. Peru's Ministry of Culture has denounced these acts for threatening Peru's cultural heritage. Cusco's Regional Director of Culture has increased surveillance to crack down on naked tourism.[48]

January 2010 evacuation

In January 2010, heavy rain caused flooding which buried or washed away roads and railways to Machu Picchu, trapping more than 2,000 locals and more than 2,000 tourists, who were later airlifted. Machu Picchu was temporarily closed,[49] but it reopened on 1 April 2010.[50]

Entrance restrictions

In July 2011, the Dirección Regional de Cultura Cusco (DRC) introduced new entrance rules to the citadel of Machu Picchu.[51] The tougher entrance rules were a measure to reduce the impact of tourism on the site. Entrance was limited to 2,500 visitors per day, and entrance to Huayna Picchu (within the citadel) was further restricted to 400 visitors per day, in two allocated time slots at 7am and 10am.
In May 2012, a team of UNESCO conservation experts called on Peruvian authorities to take "emergency measures" to further stabilize the site’s buffer zone and protect it from damage due to tourism-related development, particularly in the nearby town of Aguas Calientes, which has grown rapidly.[52]

Cultural artifacts: Dispute between Peru and Yale University

In 1912, 1914 and 1915, Bingham excavated thousands of artifacts from Machu Picchu—ceramic vessels, silver statues, jewelry, and human bones—and took them to Yale University in the United States for further study, supposedly for 18 months. Yale kept the artifacts until 2012, arguing that Peru lacked the infrastructure and conditions to care for them. Eliane Karp, an anthropologist who is married to the former Peruvian President Alejandro Toledo, had accused Yale of profiting from Peru's cultural heritage. Many of articles were exhibited at Yale's Peabody Museum.
In 2006, Yale returned some of the pieces but kept the rest, claiming this was supported by federal case law of Peruvian antiquities.[53] On 19 September 2007, the Courant reported that Peru and Yale had agreed on the return of the artifacts. The agreement included a joint traveling exhibition and construction of a new museum and research center in Cusco advised by Yale. Yale acknowledged Peru's title to all the objects, but would share rights with Peru in the research collection, part of which would remain at Yale for continuing study.[54] On 19 June 2008, National Geographic Society's vice-president Terry Garcia was quoted by the daily publication, La República. "We were part of this agreement. National Geographic was there, we know what was said, the objects were lent and should be returned." On 21 November 2010, Yale agreed to return the disputed artifacts.[55] The third and final batch of artifacts was delivered November 2012.[56] The Yale artifacts are now permanently exhibited at La Casa Concha ("The Shell House") close to Cusco's colonial center. Owned by the National University of San Antonio Abad Del Cusco, La Casa Concha also features a study area for local and foreign students.

In media

The 1954 film Secret of the Incas by Paramount Pictures with Charlton Heston and Ima Sumac was filmed on location at Cusco and Machu Picchu, the first time that a major Hollywood studio filmed on site. Five hundred indigenous people were hired as extras in the film.[57]
The opening sequence of the 1972 film Aguirre, the Wrath of God was shot in the Machu Picchu area and on the stone stairway of Huayna Picchu.[58]
Machu Picchu also is featured prominently in the 2004 film, The Motorcycle Diaries, a biopic based on the 1952 youthful travel memoir of Marxist revolutionary Che Guevara.[59]
The NOVA television documentary "Ghosts of Machu Picchu" presents an elaborate documentary on the mysteries of Machu Picchu.[60]
Contemporary multimedia artist Kimsooja used Macchu Picchu as the primary setting for the first episode of her film series Thread Routes, shot in 2010.[61]
The song "Kilimanjaro" from the 2010 South Indian Tamil film Enthiran was filmed in Machu Picchu.[62] The sanction for filming was granted only after direct intervention from the Indian government.[63][64]

Panoramic views

panoramic view of Machu Picchu.
panoramic view of Machu Picchu from Huayna Picchu.
panoramic view of Machu Picchu. https://en.wikipedia.org/wiki/Machu_Picchu